TENTANG AQ
beritaQ
apa yang amu suka dari blog ini?
Selasa, 10 April 2012
Aladin dan Lampu Ajaib
Dalam lubang gua itu terdapat tangga sampai ke dasarnya. “Ayo turun! Ambilkan aku lampu antik di dasar gua itu”, seru si penyihir. “Tidak, aku takut turun ke sana”, jawab Aladin. Penyihir itu kemudian mengeluarkan sebuah cincin dan memberikannya kepada Aladin. “Ini adalah cincin ajaib, cincin ini akan melindungimu”, kata si penyihir. Akhirnya Aladin menuruni tangga itu dengan perasaan takut. Setelah sampai di dasar ia menemukan pohon-pohon berbuah permata. Setelah buah permata dan lampu yang ada di situ dibawanya, ia segera menaiki tangga kembali. Tetapi, pintu lubang sudah tertutup sebagian. “Cepat berikan lampunya !”, seru penyihir. “Tidak ! Lampu ini akan kuberikan setelah aku keluar”, jawab Aladin. Setelah berdebat, si penyihir menjadi tidak sabar dan akhirnya “Brak!” pintu lubang ditutup oleh si penyihir lalu meninggalkan Aladin terkurung di dalam lubang bawah tanah. Aladin menjadi sedih, dan duduk termenung. “Aku lapar, Aku ingin bertemu ibu, Tuhan, tolonglah aku !”, ucap Aladin.
Aladin merapatkan kedua tangannya dan mengusap jari-jarinya. Tiba-tiba, sekelilingnya menjadi merah dan asap membumbung. Bersamaan dengan itu muncul seorang raksasa. Aladin sangat ketakutan. “Maafkan saya, karena telah mengagetkan Tuan”, saya adalah peri cincin kata raksasa itu. “Oh, kalau begitu bawalah aku pulang kerumah.” “Baik Tuan, naiklah kepunggungku, kita akan segera pergi dari sini”, ujar peri cincin. Dalam waktu singkat, Aladin sudah sampai di depan rumahnya. “Kalau tuan memerlukan saya panggillah dengan menggosok cincin Tuan.”
Aladin menceritakan semua hal yang di alaminya kepada ibunya. “Mengapa penyihir itu menginginkan lampu kotor ini ya ?”, kata Ibu sambil menggosok membersihkan lampu itu. “Syut !” Tiba-tiba asap membumbung dan muncul seorang raksasa peri lampu. “Sebutkanlah perintah Nyonya”, kata si peri lampu. Aladin yang sudah pernah mengalami hal seperti ini memberi perintah,”kami lapar, tolong siapkan makanan untuk kami”. Dalam waktu singkat peri Lampu membawa makanan yang lezat-lezat kemudian menyuguhkannya. “Jika ada yang diinginkan lagi, panggil saja saya dengan menggosok lampu itu”, kata si peri lampu.
Demikian hari, bulan, tahunpun berganti, Aladin hidup bahagia dengan ibunya. Aladin sekarang sudah menjadi seorang pemuda. Suatu hari lewat seorang Putri Raja di depan rumahnya. Ia sangat terpesona dan merasa jatuh cinta kepada Putri Cantik itu. Aladin lalu menceritakan keinginannya kepada ibunya untuk memperistri putri raja. “Tenang Aladin, Ibu akan mengusahakannya”. Ibu pergi ke istana raja dengan membawa permata-permata kepunyaan Aladin. “Baginda, ini adalah hadiah untuk Baginda dari anak laki-lakiku.” Raja amat senang. “Wah…, anakmu pasti seorang pangeran yang tampan, besok aku akan datang ke Istana kalian dengan membawa serta putriku”.
Setelah tiba di rumah Ibu segera menggosok lampu dan meminta peri lampu untuk membawakan sebuah istana. Aladin dan ibunya menunggu di atas bukit. Tak lama kemudian peri lampu datang dengan Istana megah di punggungnya. “Tuan, ini Istananya”. Esok hari sang Raja dan putrinya datang berkunjung ke Istana Aladin yang sangat megah. “Maukah engkau menjadikan anakku sebagai istrimu ?”, Tanya sang Raja. Aladin sangat gembira mendengarnya. Lalu mereka berdua melaksanakan pesta pernikahan.
Nun jauh disana, si penyihir ternyata melihat semua kejadian itu melalui bola kristalnya. Ia lalu pergi ke tempat Aladin dan pura-pura menjadi seorang penjual lampu di depan Istana Aladin. Ia berteriak-teriak, “tukarkan lampu lama anda dengan lampu baru !”. Sang permaisuri yang melihat lampu ajaib Aladin yang usang segera keluar dan menukarkannya dengan lampu baru. Segera si penyihir menggosok lampu itu dan memerintahkan peri lampu memboyong istana beserta isinya dan istri Aladin ke rumahnya.
Ketika Aladin pulang dari berkeliling, ia sangat terkejut. Lalu memanggil peri cincin dan bertanya kepadanya apa yang telah terjadi. “Kalau begitu tolong kembalikan lagi semuanya kepadaku”, seru Aladin. “Maaf Tuan, tenaga saya tidaklah sebesar peri lampu,” ujar peri cincin. “Baik kalau begitu aku yang akan mengambilnya. Tolong Antarkan kau kesana”, seru Aladin. Sesampainya di Istana, Aladin menyelinap masuk mencari kamar tempat sang Putri dikurung. “Penyihir itu sedang tidur karena kebanyakan minum bir”, ujar sang Putri. “Baik, jangan kuatir aku akan mengambil kembali lampu ajaib itu, kita nanti akan menang”, jawab Aladin.
Aladin mengendap mendekati penyihir yang sedang tidur. Ternyata lampu ajaib menyembul dari kantungnya. Aladin kemudian mengambilnya dan segera menggosoknya. “Singkirkan penjahat ini”, seru Aladin kepada peri lampu. Penyihir terbangun, lalu menyerang Aladin. Tetapi peri lampu langsung membanting penyihir itu hingga tewas. “Terima kasih peri lampu, bawalah kami dan Istana ini kembali ke Persia”. Sesampainya di Persia Aladin hidup bahagia. Ia mempergunakan sihir dari peri lampu untuk membantu orang-orang miskin dan kesusahan.
(SELESAI)
Akhir Riwayat Sang Lutung
Sesampainya di hutan, lutung tak mau melepaskan kaki ayam hutan. Ia bahkan mencabuti semua bulu ayam hutan yang berwarna kuning keemasan itu. Sang ayam hutan pingsan karena kesakitan. Dia sudah mati, pikir lutung. Kemudian bangkai ayam hutan disembunyikannya di dalam semak belukar, sementara ia pergi mencari api di dalam hutan.
Sang Ayam Hutan kemudian sadar. Dia menangis tersedu-sedu sebab kehilangan semua bulunya. “He, kenapa badanmu, siapa yang telah mencabuti bulu-bulumu?” tanya seekor sapi dengan heran. Ayam hutan menceritakan semua pengalamannya. Alangkah marahnya sapi terhadap perlakuan si lutung. “Kurang ajar!” Biarlah kuberi pelajaran lutung itu. Sembunyilah kau di tempat lain,” ujar sapi. Ayam hutan menurutinya. Ketika lutung datang membawa obor dan menanyakan di mana ayam hutan, sampi membohonginya. “Ayam hutan itu rupanya belum mati, ia berenang ke tengah laut,” kata sapi. Lutung meminta sapi mengantarnya ke gundukan batu karang di tengah laut, di mana ia mengira si ayam hutan bersembunyi. Dengan ramah sapi bersedia mengantarnya. Tanpa pikir panjang lutung naik ke punggung sapi yang kemudian berenang ke gundukan batu karang di tengah laut. Akan tetapi, setelah lutung loncat ke gundukan batu karan gitu, segera sapi meninggalkannya. “Semoga kau mampus disergap ikan gurita” ujar sapi. Lutung duduk di puncak batu karang dan menangis. “Mengapa kamu menangis?” tegur seekor penyu. “Aku heran, bagaimana kau dapat ke sini.” Aku naik sampan, kemudian sampanku terbalik dan aku terdampar disini,” jawab lutung berbohong. Karena kasihan, penyu mengantarkan lutung ke pantai. Lutung naik ke punggung penyu.
“Bagaimana kau dapat berenang dengan cepat?” tanya lutung. “Dengan kayuhan kaki-kakiku,” jawab penyu tanpa curiga. Ketika di pantai, lutung ingin melihat kaki penyu. Penyu setuju dan segera tubuhnya dibalikkan oleh lutung. Ternyata lutung segera meninggalkan penyu dalam keadaan terbalik. Ia bermaksud mencari harimau, karena hanya harimaulah yang dapat mengeluarkan daging penyu dari kulitnya yang keras itu.
Penyu menangis dan berteriak-teriak minta tolong. “Mengapa kamu?” tanya seekor tikus yang mendekat. Penyu lalu menceritakan pengalamannya. Tikus pun mejadi sangat marah terhadap lutung yang tak tahu membalas budi itu. Ia bersama tikus-tikus lain menggali pasir di bawah badan penyu, dengan harapan apabila air pasang naik penyu dapat membalikkan tubuhnya dengan mudah. Sementara menunggu kedatangan lutung, tikus-tikus itu menutupi tubuh penyu dengan tubuh mereka sendiri. Dan menari-nari sambil bersayir : “Mari kita ikut gembira ria … bersama sang lutung yang jenaka … yang berhasil menipu Raja Rimba … yang mengira betul ada penyu, padahala hanya kita yang ada…” Lutung yang datang bersama harimau sangan heran, dimanakah penyu? Mendengar syair tikus-tikus, harimau pun menjadi marah karena merasa ditipu. “Mana penyu yang kau katakan itu?” geramnya. Kemudian lutung itu diterkam oleh sang Harimau, dibawa lari kedalam hutan.
(SELESAI)
Sabtu, 10 Maret 2012
Gunung Kachi-kachi
Gunung Kachi-kachi
Gunung Kachi-kachi (かちかち山 Kachi-kachi yama?) adalah cerita rakyat Jepang tentang kelinci yang menghukum tanuki karena perbuatannya membunuh nenek teman kelinci.Kata "kachi-kachi" merupakan onomatope dari bunyi beradunya batu api yang menurut pendengaran orang Jepang berbunyi "kachi-kachi". Cerita versi aslinya dianggap terlalu kejam, sehingga beredar versi cerita yang lebih halus. Akhir cerita juga sering diganti dengan kelinci menolong tanuki yang hampir tenggelam dan hidup rukun bersama-sama.Versi asli cerita ini awalnya hanya mengisahkan tanuki sebagai bulan-bulanan balas dendam kelinci. Perbuatan jahat tanuki baru ditambahkan sebagai bagian awal cerita di zaman Edo (Zaman Edo (江戸時代 edo jidai?) (1603 - 1867) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu mendirikan Keshogunan Tokugawa di Edoyang berakhir dengan pemulihan kekuasaan kaisar (大政奉還 taisei hōkan?) dari tangan shogun terakhirTokugawa Yoshinobu sekaligus mengakhiri kekuasan Keshogunan Tokugawa yang berlangsung selama 264 tahun. Zaman Edo juga disebut sebagai awal zaman modern di Jepang.). Maksudnya sebagai pembenaran atas perbuatan balas dendam kelinci yang dipindahkan ke bagian tengah hingga akhir cerita. Orang di zaman Edo sangat menyukai cerita seperti ini karena mengandung ajaran moral mengenai kesetiaan dan pihak yang jahat pantas dihukum.Di zaman dulu hidup sepasang kakek dan nenek. Setiap kali kakek bekerja di ladang, tanuki datang mengganggu dengan bernyanyi-nyanyi. Lirik lagu yang dinyanyikan tanuki berisi kutukan agar panen gagal. Bukan cuma itu, tanuki juga menggali dan memakan bibit ubi yang ditanam kakek di ladang. Kakek sangat marah dan memasang perangkap. Tanuki masuk perangkap, diikat, dan dibawa pulang. Setelah diletakkan di dapur, kakek kembali ke ladang. Nenek yang menjumpai tanuki di dapur setuju untuk melepasnya, karena sudah dibohongi tanuki yang berjanji membantu membereskan rumah. Setelah terlepas, tanuki malah memukuli nenek dan membunuhnya. Daging si nenek dimasak tanuki menjadi sup. Kepulangan kakek dari ladang disambut tanuki yang sudah berubah wujud menjadi si nenek. Kakek memakan sup yang disuguhkan "nenek" dengan enaknya. Setelah sup habis dimakan, "nenek" kembali berubah wujud menjadi tanuki dan menceritakan segalanya. Sambil tertawa-tawa, tanuki pulang ke gunung.Kelinci sahabat si kakek mendengar peristiwa ini dan memutuskan untuk membalas dendam. Tanuki kebetulan kenal dengan kelinci dan percaya saja dengan ajakan kelinci untuk mengumpulkan kayu bakar dengan imbalan uang. Setelah ranting kering terkumpul, Tanuki berjalan di muka sambil memanggul ikatan ranting kering. Kelinci mengikuti dari belakang karena ia ingin membakar ranting kering di punggung tanuki. Tanuki bisa mendengar suara "crek-crek" dari dua buah batu api yang dibentur-benturkan kelinci, tapi pandangannya terhalang ranting kering yang sedang dipanggulnya. "Bunyi apa itu 'crek-crek'?" tanya tanuki. Kelinci menjawab, "Oh, itu suara burung Crek-crek dari Gunung Crek-crek yang ada di sebelah sana."Setelah berhasil membakar punggung tanuki, kelinci menjenguk tanuki yang sedang sakit luka bakar. Tanuki diberi mustard yang menurut kelinci adalah salep obat luka bakar. Mustard yang dioleskan pada luka bakar di punggung tanuki makin membuat tanuki kesakitan.Di akhir cerita, tanuki diajak kelinci pergi memancing di danau. Perahu yang dinaiki kelinci dibuat dari kayu, tapi tanuki diberi perahu yang dibuat dari lumpur. Terkena air, perahu lumpur menjadi lunak dan tenggelam. Tanuki berenang sekuat tenaga ke tepian, tapi dipukuli kelinci dengan dayung dan mati tenggelam.
Kintarō
Kintarō
Momotarō
Momotarō
Dari nenek, Momotarō mendapat bekal kue kibidango. Di perjalanan, anjing, monyet, dan Burung Pegar ikut bergabung sebagai pengikut Momotarō karena diberi kue.
[sunting]Sipnosis cerita
Di zaman dulu kala, hiduplah seorang kakek dan nenek yang tidak punya anak. Ketika nenek sedang mencuci di sungai, sebutir buah persik yang besar sekali datang dihanyutkan air dari hulu sungai. Buah persik itu dibawanya pulang ke rumah untuk dimakan bersama kakek. Dipotongnya buah persik itu, tapi dari dalamnya keluar seorang anak laki-laki. Anak itu diberi nama Momotarō, dan dibesarkan kakek dan nenek seperti anak sendiri. Momotarō tumbuh sebagai anak yang kuat dan mengutarakan niatnya untuk membasmi raksasa. Pada waktu itu memang di desa sering muncul para raksasa yang menyusahkan orang-orang desa. Momotarō berangkat membasmi raksasa dengan membawa bekal kue kibidango. Di tengah perjalanan menuju pulau raksasa, Momotarō secara berturut-turut bertemu dengan anjing, monyet, dan burung pegar. Setelah menerima kue dari Momotarō, anjing, monyet, dan burung pegar mau menjadi pengikutnya. Di pulau raksasa, Momotarō bertarung melawan raksasa dengan dibantu anjing, monyet, dan burung pegar. Momotarō menang dan pulang membawa harta milik raksasa.
MAKNA ADZAN ADALAH JALAN KEHIDUPAN MANUSIA
Asyhadu ala illa ha ilallaah, Asyhadu ala illa ha ilallaah. Setelah diperdengarkan keMaha Besaran Allah manusia diperdengarkan dan diyakinkan bahwa tidak ada tuhan selain Allah. Ikrar ini adalah ikrar ketauhidan kita dihadapan Alloh. Dengan itu kita menjalani kehidupan ini penuh kepastian, bahwa hanya Alloh-lah tujuan akhir dari kehidupan ini.
Asyhadu anna Muhammad darrosulullaah, Asyhadu anna Muhammad darosulullaah. Alloh menurunkan risalah-Nya melalui seseorang. Dan ternyata Muhammad adalah dipilih oleh Alloh sebagai pembawa risalah-Nya yang terakhir, karena setelah beliau tidak ada lagi pembawa risalah langit. Dan manusia wajib meyakini dan bersaksi bahwa nabi Muhammad utusan Allah
Hayya alash sholah, Hayya alash sholah. Untuk membuktikan kesaksian manusia di wajibkan untuk sholat
Hayya ala falah, Hayya ala falah. Setelah menjalankan semuanya kita akan mendapatkan kebahagiaan di dunia maupun akhirat.
Allohu akbar Allohu akbar. Makna allohu akbar allohu akbar yang terakhir mengingatkan manusia agar manusia tak lupa siapa memberi berkah setelah manusia mendapatkan kebahagiaan
La illa ha illallaah. Akhir dari kehidupan kita jangan sampai melupakan Alloh. Dan inilah kalimat yang dapat kita ucapkan menjelang akhir dari kehidupan kita semua.